Dekonstruksi Naskah Drama Ku Yang Karya Zarmika Sitinjak

APRESIASI DRAMA
DEKONSTRUKSI WATAK TOKOH
DALAM NASKAH DRAMA KU YANG
KARYA G. P. ADE DHARMAWI


Zarmika Sitinjak
1105113753


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013

Kata Pengantar
            Puji Tuhan ke hadirat Tuhan Yesus karena atas berkat dan rahmatNya penelitian ini akhirnya dapat diselesaikan tepat pada waktunya. pada kesempatan kali ini dengan rendah hati kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pemikiran, dukungan, semangat dan doa penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih dalam pembuatan tulisan ini terkhusus kepada dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, Hadi Rumadi, S. Pd., M. Pd, juga buat rekan-rekan seprogram studi dan sekosan.
            Pada penelitian kali ini penulis merumuskan judul Dekonstruksi Watak Tokoh dalam Drama KU Yang Karya G. P. Ade Dharmawi. Berangkat dari ketertarikan penulis rasakan terhadap cerita yang terdapat pada drama ini terutama pada watak tokoh drama yang disajikan oleh pengarang maka tercetuslah judul ini. Dekonstruksi adalah suatu metode pembacaan teks secara teliti. Dekonstruksi menentang sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan atau konvensional dalam karya sastra. Di dalam karya sastra kebenaran tidak mutlak. Begitu jugalah halnya dengan kehidupan ini, apa yang tampak di luar belum tentu merupakan suatu kebenaran. Realitanya kebenaran sering ditutupi. Maka, dekonstruksi watak tokoh ini sangat penting untuk diketahui sebagai pertimbangan untuk mengungkapkan kebenaran.
            Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca. penulis mengakui makalah ini belum sempurna dan masih membutuhkan perbaikan. penulis menerima segala masukan dan kritikan dari pembaca. Terima kasih.          

Pekanbaru, Mei 2013
Penulis


Zarmika Sitinjak

Abstrak
            Dekonstruksi watak adalah adalah “pembongkaran” terhadap konstruksi watak tokoh untuk menemukan konstruksi yang baru. Penelitian dalam tulisan ini membahas dekonstruksi tokoh yang terjadi pada naskah darama Ku Yang, karya G. P. Ade Dharmawi. Masalah yang diteliti adalah apa dan bagaimana dekonstruksi watak tokoh dalam naskah drama tersebut, bagaimana tokoh-tokoh berpandangan, berbicara, serta bertindak lalu didekonstruksikan dengan memperhatikan setiap unsur yang ia lakukan untuk meruntuhkan watak yang telah dianalisis tersebut menjadi watak yang baru. Tujuan penelitian ini adalah pertama, menemukan mendeskripsikan dekonstruksi watak tokoh yang terdapat pada naskah darma Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi.
            Dalam penelitian ini, perwatakan digunakan sebagai teori (dalam lingkup umum ke khusus) yang terdiri dari pengertian drama sebagai karya sastra, pembahasan watak tokoh dalam drama, dan teori dekonstruksi tersebut. Dekonstruksi watak tokoh menjelaskan watak tokoh yang berbeda dengan analisis watak tokoh berdasarkan teks asli. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dekonstruksi yang terjadi terhadap beberapa tokoh ditemukan dari tindakan para tokoh serta dialog antartokoh. Selain itu, pandangan antartokoh juga serta faktor psikologis tokoh juga turut mempengaruhi watak tokoh.

            Dari penelitian dekonstruksi watak tokoh dalam naskah drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi ini dapat kita ambil simpulan bahwa Tuan Malik sebagai tokoh utama adalah tokoh yang peduli terhadap adat dan menaati adat tersebut dengan mengadakan perhelatan adat mengayun anak serta mengundang pencerita tradisional. Semua yang ia lakukan adalah untuk kepentingan putranya bukan untuk kepentngan diri sendiri sementara tokoh Nenek Tijah adalah tokoh yang memiliki penyakit latah yang membuatnya tidak dapat mengatur cara berbicara dengan baik. Tokoh berikutnya ialah Bujang Selamat yang pada naskah asli disebut watak trigonis namun setelah didekonstruksikan ternyata ia adalah orang yang tidak baik. Ia memaksa Tuan Malik untuk merelakan putranya meninggal.
 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.                        Latar Belakang
            Karya sastra Indonesia beragam bentuknya. Ragam bentuk karya sastra tersebut antara lain puisi, prosa, prosa liris dan drama. Masing-masing ragam sastra tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Drama berciri khas dapat dipanggungkan atau dipentaskan. Drama merupakan bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor atau sering disebut tokoh. Drama dapat diwujudkan dalam berbagai media antara lain dapat dipentaskan melalui film dan televisi. Dengan uniknya, drama dapat ditambah unsur musik atau juga berupa tari-tarian. Di Indonesia, drama dipertontonkan dalam bentuk wayang orang, Ketoprak, Ludruk (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), Lenong (Betawi), Randai (Minang) dan lain sebagainya. Seni pertunjukan inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkajinya.
            Drama dapat didekonstruksikan karena drama juga berupa naskah. Bagian drama yang dapat didekonstruksikan ialah alur cerita, watak tokoh dan yang berkaitan dengan unsur sastra lainnya. Dekonstruksi merupakan pergerakan dari strukturalisme. Strukturalisme melihat bahwa makna bahasa merupakan hasil hubungan antara penanda dan pertanda yang bersifat tertutup. Dekonstruksi dilakukan terhadap teks yang disusun oleh teks, dimana teks bersifat metaforis. Teks yang dibaca secara dekonstruksi akan terlihat acuannya melampaui dirinya sendiri, referensi pada akhirnya dapat mengacu pada teks lain.
            Teks drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi merupakan teks drama yang akan dikaji dan didekonstruksikan oleh penulis. Teks drama Ku Yang merupakan teks drama yang disusun secara apik oleh G. P. Ade Dharmawi dengan melibatkan 13 tokoh. Dari 13 tokoh drama ini, kita dapat melihat tokoh manusia yang beragam-ragam. Dari penyajiannya tampak bahwa cerita drama ini sangat menarik karena memasukkan tokoh yang beragam dengan unsur ketradisionalan suku Melayu. Drama ini dikarang oleh G. P. Ade Dharmawi dan diterbitkan pada September 2003 oleh Alaf Riau dengan 184 halaman. Drama KuYang bergabung dalam Kumpulan Naskah Drama Karya G. P. Ade Dharmawi beserta kelima naskah drama lainnya.
            G. P. Ade Dharmawi merupakan sastrawan yang lahir di Sungai Batang, Indragiri Hilir, Riau pada tanggal 4 Juni 1996 sebagai abak tertua dari 8 bersaudara dari pasangan Abdul Murad bin Abdul Rahman dan Arbiyah binti Syukur. Sejak kecil kedua orangtuanya sangat mendukung minat dan bakatnya dalam bidang seni budaya. Begitu juga istrinya, Dra. Hanifah Aidil Fitri dan ketiga anaknya.
            Keterlibatan Ade dalam dunia teater, berawal dari kesukaannya menonton film sejak kecil. Hobi ini terus berkembang dengan terlibatnya ia baik secara anggota pembina maupun pendiri beberapa sanggar, seperti Usyata IAIN Susqa Bubindya, PLT Laksmana, Madah Kelana, Putri Tujuh, Bianglala, BTB, Selasih Unri, Teater anak Aisyiyah, Sanggar Pena Muhammadiyah, Pandan sembilan dan Ltah Tuah IAIN Susqa Pekanbaru. Disamping terlibat dalam berbagai sanggar seni dia juga pernah menjabat sebagai pengurus lembaga kesenian. Drai sekian banyak pengalaman pengarang maka penulis tertarik untuk mengambil salah satu karya sastra beliau.
            Dari uraian di atas maka penulis memaparkan dekonstruksi watak tokoh yang terdapat dalam cerita drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi. Penulis berharap dengan adanya tulisan ini membawa manfaat bagi masyarakat juga menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua pihak.
1.2.                     Identifikasi Masalah
Kehidupan sastra adalah kehidupan yang melukiskan segudang emosi. Emosi merupakan nilai rasa yang tercermin lewat ekspresi dan tindakan. Sastra mengekspresikan perasaan dan nilai rasa oleh si pengarang dalam sebuah karya sastra. Ekspresi itu dapat dituangkan lewat alur cerita, nilai moral, nilai sosial, nilai pendidikan bahkan juga lewat perwatakan atau penokohan yang diperan oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra. Suatu kebebasan yang dimiliki oleh pengarang untuk menceritakan setiap nilai rasa. Tiada batasan bagi pengarang yang menciptakan sebuah karya sastra untuk melukiskan emosi, gejolak batin dan ekspresi sendiri.
Drama merupakan karya sastra yang unik (Tambajong, 1981:15). Drama menceritakan realita yang terjadi di dalam masyarakat dengan melibatkan unsur imajinatif. Kodratnya, drama merupakan karya sastra yang dipertunjukkan atau dipertontonkan dan bukan untuk dibaca saja. Letak keunikan drama terdapat pada pementasan cerita drama disertai dengan setting panggung dan pemeran tokoh yang akan menjalankan alur cerita. Drai hasil pementasan drama tersebut, penonton akan merasa lebih puas dan paham akan cerita drama karena disampaikan lewat pementasan panggung.
Karya sastra berbentuk drama dapat diteliti dari berbagai aspek. Dimulai dari unsur intrinsiknya yaitu tema, watak, alur, penokohan, gaya bahasa, serta unsur ekstrinsik yaitu nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Namun, pada penelitian kali ini penulis memfokuskan pada dekonstruksi watak tokoh dalam drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi.
1.3.                     Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis hanya membatasi masalah yang akan dikaji yaitu dekonstruksi watak tokoh dalam drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi. Dekonstruksi watak tokoh pada naskah drama tersebut merupakan pembicaraan tentang tokoh-tokoh yang berperan besar dalam cerita. Dilihat dari sudut pandang dekonstruksi watak tokoh pada naskah drama berbanding terbalik dengan teks aslinya. Melalui dekonstruksi tersebut pengarang berusaha membuka pemikiran pembaca di balik fakta yang terdapat di dalam teks.
1.4.                     Perumusan Masalah
Penelitian yang dilakukan oleh penulis perlu adanya perumusan masalah agar menghindari terjadinya kerancuan dan penyimpangan pembahasan. Langkah yang diambil oleh penulis ialah merumuskan masalah penelitian supaya menekankan permasalahan yang akan dibahas oleh penulis. Masalah yang akan dibahas oleh penulis ialah bagaimana dekonstruksi watak tokoh yang terdapat dalam drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi?
1.5.                     Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah untuk mendeskripsikan dekonstruksi watak tokoh yang terdapat pada naskah darma Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi.
1.6.                     Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
·  Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan salah satu cara mempertahankan khasanah bangsa. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat membantu pembelajaran di bidang yang diteliti sehingga dapat terus berkembang.
·  Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini memberikan informasi mengenai dekonstruksi watak tokoh yang terdapat dalam naskah drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi.
·  Manfaat Edukatif
Secara edukatif, penelitian ini dijadikan modal dalam memberikan informasi kepada pembaca sebagai pelajaran mengenai dekonstruksi watak tokoh yang terdapat dalam cerita drama Ku Yang hingga kita mampu berpikir dan mendalami karakter atau watak seseorang sesungguhnya.
1.7.   Definisi Operasional
·  Dekonstruksi adalah pergerakan strukturalisme yang melihat bahwa bahasa merupakan hasil hubungan antara penanda dan pertanda yang bersifat tertutp. Dekonstruksi dilakukan terhadap teks yang bersifat metaforis. Referensi pada akhirnya mengacu pada teks lain.
·  Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti dan tabiat.
·  Tokoh adalah pelaku cerita yang dilukiskan lewat sifat, sikap dan tingkah laku yang memerankan cerita. Tokoh juga disebut rekan individu berwujud atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam cerita, Sujiman dalam Rahman dan Abdul Jalil (2004:63).
·  Drama adalah salah satu ragam karya sastra yang berisikan tentang cerita konflik manusia atau tokoh dalam bentuk dialog dilengkapi dengan gerak dan mimik serta dipentaskan, dipertotonkan di depan penonton.
·  Naskah drama Ku Yang adalah drama yang menceritakan kisah seseorang penguasa suatu negeri yang menginginkan kelak anaknya menjadi seorang yang berkuasa juga di negeri yang besar. Namun, karena obsesi tersebut akhirnya ia harus mengorbankan anaknya demi menyelamatkan banyak nyawa.
·  Dekonstruksi watak tokoh dalam drama Ku Yang merupakan kajian teks drama yang membangun kembali teks baru sebagai hasil dekonstruksi dari watak tokoh dalam drama Ku Yang. Dalam hal ini dekonstruksi akan membongkr kode-kode terhadap watak-watak tokoh yang akan dimaknai.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
            Bab ini berisi penjelasan tentang (1) Pengertian Drama sebagai karya sastra, (2) Watak tokoh dalam drama, (3) Teori Dekonstruksi (4) Penelitian yang relevan.
1.1.   Teori yang Digunakan
1.1.1.      Pengertian Drama Sebagai Karya Sastra
Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia di dalamnya terdapat segudang ekspresi kehidupan yang tercurahkan. Ekspresi yang tercurah tersebut mempengaruhi khalayak ramai. Sastra dapat dijadikan sebagai pengawal atau pemandu kehidupan karena mengandung ajaran dan nilai-nilai kehidupan bagi generasi muda. Selain hal di atas, sastra juga berfungsi mendidik masyarakat ke nilai-nilai yang mulia, mengajar kita menghormati orang lain, mengasihi orangtua, menjaga kemuliaan diri bahkan karya sastra menghibur pembaca atau khalayak.
Menurut Baraginsky (dalam Elmustian & Abdul Jalil, 2004:19) menyebutkan bahwa ada 3 manfaat dari karya sastra yaitu sebagai penghibur, faedah dan kamal. Sastra mampu menghibur pembaca dan dapat memperkokoh serta menyempurnakan akal manusia, mendidik juga memperlengkapi kebutuhan rohani manusia.
Karya sastra terbagi atas 3 yaitu puisi, prosa dan drama. Dalam kajian ini penulis akan meneliti tentang drama. Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa Yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalam suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Drama ( Yunani kuno; δράμα) adalah suatu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosa kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti aksi atau perbuatan. Drama juga adalah hidup yang dilukiskan dalam gerak. Konflik dari sikap manusia merupakan sumberpokok drama. Drama dapat dikombinasikan dengan musik dan tari-tarian sebagaimana sebuah opera
Dalam drama, penulis berusaha menyampaikan pesan melalui akting dan dialog. Biasanya drama menampilkan suatu hal yang bisa terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga para penonton diajak ikut menyaksikan dan merasakan kehidupan dan kejadian dalam masyarakat. Jenis karya sastra ini berpijak pada dua cabang kesenian yakni seni sastra dan seni pentas sehingga drama dapat dibagi menjadi dua yaitu drama bentuk naskah dan drama bentuk pementasan.
2.1.2. Watak Tokoh dalam Drama
Seni pertunjukan adalah karaya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu yang melibatkan 4 unsur yaitu waktu, ruang, penonton, dan tokoh atau pemain. Tokoh yang disebut juga pemeran drama. Masalah yang dikaji dalam drama salah satu pokok pembahasannya ialah watak tokoh. Watak dalam suatu cerita mutlak diperlukan untuk memberi gambaran tentang pribdi tokoh. Tokoh dalam suatu cerita merupakan suatu hal yang khadirannya sangat penting karna tidak mungkin dalam drama tanpa ada tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita.
Watak tokoh merupakan unsur intrinsik dalam karya sastra. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra dari dalam seperti alur, amanat, watak, gaya bahasa, sudut pandang, latar waktu, suasana dan tempat sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar seperti faktor agama, sosial budaya, politik dan lain sebagainya. Penulis meneliti salah satu dari unsur intrinsik di atas yaitu watak tokoh dalam naskah drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi. Perwatakan yaitu pemberian sifat baik lahir maupun batin para pelaku yang terdapat dalam cerita dan yang akan memerankan cerita. Perwatakan dapat dilihat dari kondisi badan, umurnya, kesopanannya dan sebagainya. Perwatakan berbicara tentang baik buruknya perilaku tokoh. hal ini jelas bahwa karya sastra mengungkapkan ekspresi dan sikap manusia.
2.1.3. Teori Dekonstruksi
Pendekatan dekonstruksi bertujuan untuk menemukan oposisi di dalam cerpen karena drama menampilkan tulisan berupa serangkaian penanda. Oposisi hierarki dalam cerita crepen merupakan sebuah gambaran abstrak karena menampilkan tulisan dan serangkaian penanda. Penanda-penanda yang hadir dalam cerita tidak selalu sempurna karena sebagian maknanya melekat pada penanda-penanda lainnya yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam membaca sebuah teks dengan dekonstruksi pembaca diwajibkan mengikuti tahap-tahap dekonstruksi antara lain: melakukan pencarian jejak, menemukan sesuatu di dalam teks, menuliskan kembali hasil temuan teks, membaca kembali teks, membongkar kembali kode-kode terhadap bagian-bagian teks yang tidak dapat dimaknai.
Paham dekonstruksi pertama kali dikembangkan oleh filosof Perancis, Jaques Derida dan kemudian dilanjutkan oleh tokoh-tokoh seperti Paul de Man, J. Hilts Miler, dan juga Levi Strauss. Namun, sebenarnya tokoh-tokoh tersebut tidak mempunyai pandangan-pandangan tunggal dalam praktik mengkaji sastra walau tentu saja mempunyai unsur-unsur kesamaan. Derida mengatakan bahwa dekonstruksi bukan suatu metode dan tidak dapat dibuat menjadi metode apapun. Dekonstruksi bukan aksi maupun operasi.
Teori dekonstruksi merupakan teori yang bersifat menentang sesuatu yang menjadi kesepakatan atau konvensional dalam karya sastra. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa dalam karya sastra tidak terdapat suatu kebenaran yang bersifat mutlak. Elmustian (2004:210) memaparkan teori dekonstruksi menolak pandangan bahwa bahasa memiliki makana yang pasti, tertentu dan konstan sebagaimana pandangan strukturalisme klasik. Tidak ada ungkapan atau bentuk-bentuk kebahasaaan yang dipergunakan untuk membahasakan objek yang bermakna tertentu dan pasti. Hal ini yang menjadi alasan mengapa paham dekonstruksi disebut juga sebagai post strukturalisme kesetiaan yang berlebihan terhadap suatu teori. Menurut paham ini justru akan memunculkan adanya perkembangan terhadap kebenaran teori itu sendiri.
Jika strukturalisme dipandang sebagai suatu yang sistemik, proyek keilmuan, atau secara umum diartikan sebagai Science of Sign, Postrukturalisme justru mengkritik hal itu sebagai sesuatu yang tidak mungkin atau jika strukturalisme mengambil linguistik sebagai suatu model dan berusaha mengembangkan “grammar” untuk mengkaji bentuk dan makna karya sastra, poststrukturalisme juga menumbangkan lewat karya-karya itu sendiri (Culler dalam Elmustian, 2004:211).
Pembacaan karya sastra menurut paham dekonstruksi tidak dimaksudkan untuk mempertegas makna sebagaimana halnya yang lazim dilakukan sebab tak ada makna yang dihadirkan oleh sesuatu yang sudah menentu melainkan justru untuk menemukan makna kontradiktifnya dan makna ironisnya. Pendekatan dekonstruksi bermaksud untuk melacak unsur-unsur aporia yaitu yang berupa makna paradoksal, makna kontradiktif, makna ironi dalam karya sastra yang dibaca. Unsur dan bentuk karya sastra itu dicari dan dipahami justru dalam arti kebalikannya. Unsur-unsur yang tidak penting dilacak kemudian dipentingkan, diberi makna, diberi peran sehingga akan menonjolkan perannya dalam karya yang bersangkutan.
Mendekonstruksikan sebuah wacana (kesastraan) dengan demikian adalah menunjukkan bagaimana meruntuhkan filosofi yang melandasinya, atau beroposisi secara hierarkis terhadap sesuatu yang menjadi landasanny, dengan cara mengidentifikasi bentuk-bentuk operasional retorika yang ada dalam teks itu yang memproduksi dasar argumen yang merupakan konsep utama. Dekonstruksi terhadap suatu teks kesastraan dengan demikian menolak makna umum yang diasumsikan ada dan melandasi karya yang bersangkutan dengan unsur-unsur yang ada dalam karya sastra tersebut.
Cara pembacaan dekonstruksi  oleh Levi Strauss dipandang sebagai sebuah bacaan kembar. Di suatu pihak terdapat adanya makna (semu, maya dan pura-pura) yang ditawarkan, di pihak lain dengan penerapan prinsip dekonstruksi dapat dilacak adanya makna kontradiktif, makna ironis. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa tiap teks mengandung suatu aporia. Sesuatu yang justru menumbangkan landasan dan kekoherensian sendiri menggugurkan makna yang pasti ke dalam ketidak menentuan.
·      Prinsip Dekonstruksi
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam teori dekonstruksi adalah:
1.      Melacak unsur-unsur aporia (makna paradoks, makna kontradiktif dan makna ironi).
2.      Mengembalikan atau merubah makna-makna yang sudah dikonvensionalkan.

            Dari landasan di atas terlihatlah suatu titik terang tentang pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan dekonstruksi watak tokoh yang dikemukakan oleh beberapa ahli dibidangnya. Serita drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi memiliki 15 watak tokoh dan memiliki karakter tersendiri. Peneliti memandang tidak semua karakter tersebut merupakan karakter atau watak mutlak dari tokoh yang memerankan drma Ku Yang. Untuk itulah hal ini dapat dijadikan sebuah penelitian yang berguna untuk menjadi pedoman dan pengajaran pada masyarakat tentang watak.
2.2.   Penelitian yang relevan
Ada banyak penelitian yang membahas masalah watak tokoh dalam suatu karya baik itu hikayat, cerpen, novel serta drama. Pada dasarnya watak tokoh merupakan kajian unsur intrinsik dalam suatu karya sastra, dan sudah banyak diteliti sehingga penulis menjadikannya sebagai acuan atau pedoman dalam kajian ini. Meskipun objek yang diteliti sama-sama watak tokoh sebagai acuan lainnya. Penulis berpedoman pada buku-buku serta media elektronik seperti internet yang ada kajiannya tentang watak tokoh serta dekonstruksi.
Pada tahun 2008, Susi Elvia merumuskan judul Perwatakan dan Amanat dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El-Shirazy. Ia menyimpulkan bahwa watak bersifat tidak stabil tetapi cenderung berubah mengikuti perkembangan situasi yang sedang menimpanya atau tindakan-tindakan yang harus dilakukannya. Perwatakan begitu penting untuk dianalisis. Pada tahun 2006, Septi Rahayu merumuskan judul Karakter Tokoh dalam Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis. Ia menyimpulkan bahwa karakter tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut yaitu taat (kepada agama dan orangtua). pasrah (menerima keadaan apa adanya), tulus (melakukan sesuatu tanpa memikirkan imbalan) dan pemurung.
Pada tahun 2007, Sri Yanti merumuskan judul Penggambaran Watak Tokoh dalam Novel Kawin Konrak Karya Saipur Rohinan. Ia mengatakan bahwa perwatakan adalah tempramen tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita. Pada tahun yang sama, Dina Adriana merumuskan judul Gambaran Perwatakan dalam Kumpulan Cerita Pendek Republika Pembisik. Dina menyimpulkan bahwa watak merupakan dimensi psikis dari tokoh yang melukiskan latar belakang kejiwaan, kebiasaan perasaan pribadi, kecakapan dan keahlian khusus yang dapat dilihat dari alur, latar atau tempat serta tokoh itu sendiri


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.   Waktu Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, waktu yang diguanakan adalah empat bulan yakni dari Februari hingga Mei 2013. Kegiatan penelitian selama rentang waktu ini mencakup pencarian bahan, analisis dan penelitian, penyusunan makalah, penulisan makalah, revisi makalah dan hasil akhir makalah. Untuk lebih jelasnya, kegiatan yang dilakukan oleh penulis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Rancangan Waktu Penelitian
No.
Kegiatan Penelitian
Bulan
Februari
Maret
April
Mei
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1
Mengumpulkan data
















2
Mendeskripsikan data
















3
Menyimpulkan hasil

















3.2.   Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode ini memaparkan secara deskriptif hasil analisis data terurai dalam bentuk kata-kata bukan angka. Melalui metode deskriptif ini penulis berupaya menggambarkan dekonstruksi watak tokoh yang terdapat dalam naskah drama Ku Yang secara keseluruhan yang didukung oleh teori-teori dan sumber pendukung lainnya.
3.3.   Data dan Sumber Data
Data primer diperoleh dari drama Ku Yang karya G. P.Ade Dharmawi. Selain itu, penulis juga memperoleh data dari buku-buku sebagai penunjang yang disebut dengan data sekunder. Buku-buku tersebut berhubungan dengan penelitian dan dapat menjadi bahan bagi penulis guna melengkapi data-data yang ditelaah. Naskah drama Ku Yang karya G. P.Ade Dharmawi diperoleh dari Pustaka Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau diterbitkan di Tanah Merah, Indragiri Hilir Riau, Pekanbaru pada Ramadhan 1419 H.
3.4.   Teknik Penelitian
3.4.1.      Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah dengan mengambil-sebanyak-banyaknya informasi tentang teks cerita drama yang diteliti. Penulis mengunjungi berbagai perpustakaan yang ada di Universitas Riau. Teknik pengumpulan data semacam ini disebut teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi ialah teknik yang mengumpulkan data penelitian sehubungan dengan masalah yang dibahas. Data sekunder juga tidak diabaikan justru dimuat untuk memperkuat keberadaan data primer.
3.4.2.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah kajian pustaka. Teknik analisis ini adalah cara-cara yang digunakan untuk menganalisis atau mengolah data yang terkumpul atau diperoleh  dari penelitian. Data yang diperoleh dari pembacaan dan pemahaman terhadap drama Ku Yang Karya G. P. Ade Dharmawi. Sebuah data kemudian dikumpulkan dan disatukan untuk mendukung penelitian analisis ini. Untuk mengenalisis dekonstruksi pada cerita drama Ku Yang tersebut penulis melakukan langkah-langkah sebagi berikut:
    1.     Membaca berulang-ulang cerita drama Ku Yang untuk mendapatkan pemahaman mendalam yang berkenan dalam masalah penelitian secara keseluruhan.
    2.     Mengidentifikasi objek analisis sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan.
    3.     Menguraikan dan menganalisis objek analisis.
    4.     Menginterpretasikan objek analisis.
3.5.   Keabsahan Data
Untuk mengetahui keabsahan data, penulis menggunakan teknik pengecekan terhadap data yang akan diteliti, mencari kesesuaian antara temuan dari teori, akurat atau tidak akuratnya data yang diteliti dalam naskah drama Ku Yang Karya G. P. Ade Dharmawi.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             BAB IV
PENYAJIAN HASIL PENELITIAN
            Pembahasan dalam penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi (1). Sinopsis Drama, (2). Dekonstruksi Watak Tokoh dalam Drama Ku Yang.
4.1.                     Sinopsis Drama
Di suatu tempat pada dataran sosial ekonomi kelas menengah ke atas, dalam rumah megah Tuan Malik diadakan perhelatan adat ‘Mengayun anak’. Pada acara tersebut hadir seluruh kaki tangan Tuan Malik dengan penampilan lahir batin bersikap mengangkat sembah menjura pimpinan penuh kepura-puraan. Dalam perhelatan tersebut dengan memaksakan kesakralan menjunjung budaya dan agama. Hadir juga Bujang Selamat, Nenek Tijah, Andam dan yang lainnya. Mereka memang tidak suka dengan Tuan Malik yang suka memerintah seenaknya. Pada perhelatan tersebut Tuan Malik berniat mengundang Lamud, tukang cerita tradisional. Kesenian tradisional tersebut banyak pantang larangnya, kalau dilanggar buruk akibatnya. Cerita yang dikisahkan Lamud mengalir begitu saja tanpa ada rekayasa. Tuan Malik ternyata memiliki niat lain. Ia ingin menjadi sutradara dalam cerita yang ditujukan untuk anaknya karena hal tersebut Lamud, pencerita tradisional menjadi terganggu konsentrasinya dalam mendalangi semua wayang yang berperan yaitu pihak kaki tangan Tuan Malik, perempuan-perempuan Tuan Malik bahkan istrinya pun ia korbankan untuk menjadi wayang.
Lamud menjadi hilang kendali akibat Tuan Malik berusaha mengubah alur cerita yang tidak seharusnya dapat diubah. Semua roh-roh yang merasuki wayang masuk dalam tubuh Lamud. Awalnya, Tuan Malik ingin menceritakan cerita Kasanmandi, seorang hero. Tetapi, diakhir cerita ternyata Kasanmandi meninggal karena cinta dan Tuan Malik tak setuju dengan akhir cerita tersebut sehingga ia berusaha mengubahnya. Hal terburuk pun terjadi akibat kelakuan Tuan Malik maka ia dihadapkan pada dua pilihan. Bila ia menyelamatkan sekian banyak wayang yang berperan dalam cerita termasuk istrinya sendiri maka ia harus merelakan anaknya menghilang. Tetapi sebaliknya apabila ia menyelamatkan anaknya maka semua wayang akan meninggal. Tuan Malik jelas tidak suka bila anaknya meninggal begitu saja. Akhirnya, saat Nenek Tijah menggendong anak Tuan Malik tanpa sengaja gendong pengikat terlepas dan anak Tuan Malik terjatuh dan meninggal akibat mengeluarkan banyak darah. Demikianlah semua wayang dapat terselamatkan kembali.

4.2.                     Dekonsruksi Watak Tokoh dalam Drama Ku Yang
4.2.1.      Watak Tokh Tuan Malik
Tuan Malik merupakan tokoh utama dalam Drama Ku Yang. Dari naskah drama tersebut tergambar Tuan Malik adalah tokoh yang keras, kejam, bersikukuh terhadap keinginan pribadi dan tidak memikirkan kepentingan banyak orang tergambar dalam naskah.
Sekarang semuanya untuk keperluanku
                                    (Dharmawi, 1419H:47)
Mana yang lebih berbahaya hukuman Tuan Malik atau melanggar pantang larang
(Dharmawi, 1419H:48)
            Dari gambaran kutipan dialog di atas secara teks memang Tuan Malik tampak keras dan sikap itu adalah bentuk ketegasan dari Tuan Malik yang berperan sebagai penguasa negeri itu. Keantagonisan tersebut adalah bentuk sikapnya yang tampak ketika menjadi pemberontak terhadap integritas Lamud sebagai pencerita tradisional. Lamud akan bercerita sesuai alurnya dan mengalir sesuai roh-roh wayang yang membawanya melantunkan cerita yang akan menjadi takdir bagi siapa cerita tersebut ditujukan. Sementara Tuan Malik berusaha mengubah cerita Kasanmandi yang dibawakan oleh Tuan Malik sebagai dalang dan pegawai istana beserta istrinya sebagai wayang cerita.
            Kesombongan, keegoisan Tuan Malik sebagai penguasa negeri tampak jelas lewat dialog yang dilontarkannya. Merasa sebagai orang penting di negeri tersebut, ia bahkan memperlakukan semua pihak yang selama ini setia mengabdikan diri kepadanya dengan seenaknya tanpa memikirkan kesusahan yang dialami oleh mereka.
Jangankan tujuh orang dua juta orang sekalipun aku sediakan
(Dharmawi, 1419H:49)
Tanpa ragu ia mengorbankan tujuh orang sebagai wayang dalam cerita Lamud bahkan diikutsertaan istri dari Tuan Malik. Tuan Malik sepenuhnya tidak menyayangi istrinya. Pada akhir cerita istri Tuan Malik mengungkapkan siksaan yang ia alami dari Tuan Malik.
Tidak ada yang menolak titahku termasuk istriku sendiri
(Dharmawi, 1419H:50)
            Bagi Tuan Malik tiada pengecualiaan dalam hal menaati perintahnya. Istri adalah orang yang harus menaati perintah suami. Namun, dalam kondisi tertentu hal ini bukanlah suatu hal yang mutlak. Suami bukanlah tuhan yang memberikan perintah yang semua perintahnya benar karena adakalanya suami juga membuat kesilapan. Ada kesilapan besar yang dilakukan oleh Tuan Malik. Ketika memutuskan istri beserta pegawai istananya menjadi wayang, ada berbagai kesulitan yang ia alami hingga ia dihadapkan kepada suatu keputusan yang sangat sulit untuk diputuskan. Bila ia tidak merelakan wayang-wayang tersebut meninggal maka ia harus merelakan anaknya meninggal.
Kaidah dibuat untuk dilanggar
(Dharmawi, 1419H:47)
            Dari kutipan dialog Tuan Malik di atas, kita dapat mengetahui isi pikiran Tuan Malik yang tidak taat akan peraturan. Bahkan ia yang mengaku sebagai pemangku adat setempat jelas-jelas mengatakan bahwa peraturan itu dibuat untuk dilanggar. Pemangku adat berarti memegang erat peraturan adat yang disetujui oleh masyarakat secara konvensional sebagai suatu kebiasaan dalam kehidpan sehari-harinya. Kedurhakaan Tuan Malik terhadap adat sudah melebihi batas kewajaran. Tuan Malik adalah pemimpin negeri. Pemimpin adalah pedoman atau acuan bagi masyarakat untuk bertindak buka malah menghancurkan citra kepemimpinan itu.
4.2.2.      Dekonstruksi Watak Tokoh Tuan Malik
                        Drama Ku Yang menggambarkan watak Tuan Malik sebagai orang yang keras, kejam, pribadi yang egois tanpa memikirkan kepentingan khalayak ramai, diktator yang suka memerintah serta segudang watak antagonis lainnya yang melekat pada diri Tuan Malik. Namun, kenyataan tersebut bukanlah kebenaran yang mutlak. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam penilaian watak Tuan Malik. Hampir seluruh cerita mengungkapkan watak buruk dari Tuan Malik namun ada alasan khusus yang kuat yang harus diperjelas mengenai watak tokoh tersebut.
            Pelanggaran adat yang dilakukan oleh Tuan Malik bukanlah suatu hal yang harus dipandang sempit dan kaku. Secara paradoks, beberapa tokoh dalam cerita drama Ku Yang mengakui bahwa Tuan Malik bukanlah orang yang beradat atau orang yang sama sekali tidak mengetahui adat itu. tetapi apabila diperhatikan Tuan Malik tak melewatkan perhelatan adat “mengayun anak” yang harus dilakukan setiap orang di negeri tersebut. Kegiatan yang dilakukannya ialah bentuk kesetiaannya terhadap adat negeri. Bahkan ia tidak lupa mengundang Lamud sebagai pencerita tradisional untuk menceritakan kisah yang diperuntukkan bagi anaknya. Padahal selain cerita tradisional Lamud masih banyak media lain yang mengikuti perkembangan zaman yang lebih menarik.
            Makna ironi yang terdapat pada cerita drama Ku Yang ini adalah Tuan Malik dinyatakan sebagai orang yang tidak peduli terhadap kepentingan orang lain melainkan hanya memikirkan diri sendiri. Tuan Malik melakukan hal yang dipandang tidak peduli akan orang lain. Sebenarnya hal tersebut ia lakukan semata-mata bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan karena kecintaannya terhadap putranya. Ia ingin kelak putranya menjadi seorang yang besar, menguasai suatu negeri yang besar pula. Hal itulah yang mendasari Tuan Malik dalam melakukan perubahan terhadap cerita Lamud. Ia sangat peduli terhadap masa depan anaknya. Ia tidak menginginkan anaknya harus meninggal karena mempertahankan cinta terhadap seorang gadis seperti kisah yang terdapat dalam cerita Kasanmandi.
            Makna kontradiktif yang terkandung dalam cerita ini adalah Tuan Malik, penguasa negeri adalah orang yang membuat peraturan. Sebagai penguasa tentu perintah yang dikeluarkannya harus ditaati oleh seluruh masyarakat yang ada. Namun, dari pernyataan Tuan Malik yang menyatakan “Kaidah dibuat untuk dilanggar” membuat pembaca akan bingung dalam memahami cerita. Ini berarti Tuan Malik melanggar perkataan sendiri dan kaidah yang berlaku. Tapi sebagai penguasa Tuan Malik berhak dalam mengubah suatu peraturan di negeri yang ia pimpin. Peraturan yang dikeluarkn oleh Tuan Malik ditaati oleh semua orang termasuk istrinya. Istri haruslah tunduk terhadap suami yang dianggap sebagai imam apalagi status Tuan malik adalah sebagai raja. Bukan hanya imam di suatu keluarga tetapi juga menjadi imam bagi suatu negeri yang ia pimpin.
4.2.3.      Watak Tokoh Nenek Tijah
                        Nenek Tijah adalah tokoh yang bekerja di negeri yang dipimpin oleh Tuan Malik. Meskipun sudah tua, ia tetaplah seorang yang kurang berhikmat dalam berkata-kata serta suka menggerutu.
Eh bunting.... eh beranak, eh salah... lahir. Tentulah begitu Bujang kalau bukan karena Tuan Malik, manalah mungkin budah comel itu lahir
(Dharmawi, 1419H:41)
Mengade, bagaimana boleh terjadi sedang dia sendiri tak tahu adat. Ih merapek.
(Dharmawi, 1419H:41)
Eh, saya Tuan, eh Tuan tak beradat, haa... kan, salah lagi eh adat pemangku adat a.. ada apa Tuan?
(Dharmawi, 1419H:41-42)
Menyayah dikau! Hei tua-tua begini... kalau sekedar mengemot aku masih bisa. Apalagi orang macam dikau. Aku pula yang hendak dirayunya.
(Dharmawi, 1419H:45)
            Walaupun tidak disebutkan dalam naskah bahwa Nenek Tijah adalah orang yang berusia lebih tua. Tetapi dapat kita simpulkan bahwa Nenek Tijah adalah orang yang lebih tua diantara berbagai tokoh yang ada. Tuan Malik, Istri Tuan Malik, Bujang Selamat, Andam, dan tokoh lainnya memanggilnya dengan sebutan Nenek. Nenek adalah sebutan orang yang lebih tua, ibu dari ayah/ibu. Sebagai orang tua dari orang tua haruslah menjadi orang yang dewasa, bijaksana dalam berkata-kata sehingga menjadi panutan bai kaula muda. Berbeda halnya dengan Nenek Tijah. Ia tampak tak bijaksana dalam perkataan, sembrono berbicara dan kurang berhati-hati. Sikap ini bukanlah hal yang patut dicontoh karena bersikap negatif.
            Selain kurang sopan dalam berkata-kata, Nenek Tijah juga adalah orang yang mudah marah dan tidak sabar. Hal ini terbukti ketika Andam dan Nenek Tijah datang dari luar istana. Ia menyuruh Andam membawa barangnya sendiri dengan berkata tidak sopan. Terlepas dari sikap buruk Nenek Tijah ada sikap positif yang bisa kita perhatikan. Dibalik sifat ketidaksopanan Nenek Tijah tersebut ternyata ia memiliki rasa belas kasihan. Setiap manusia memiliki sisi buruk dan baik begitu jugalah dengan tokoh Nenek Tijah. Sisi baiknya, Nenek Tijah adalah orang yang berbelas kasih terhadap mereka yang dijadikan wayang oleh Tuan Malik.
Mereka semua harus kita tolong... kasihan mereka.. Dalam kehidupan sehari-haripun mereka terpaksa jadi wayang dikendalikan oleh Tuan Malik.... Bujang cepat lakukan sesuatu...
(Dharmawi, 1419H:45)
            Hati Nenek Tijah tergerak melihat orang-orang yang dijadikan wayang oleh Tuan Malik. Mereka adalah orang-orang yang mengabdikan diri untuk menjadi orang bawahan Tuan Malik. Bahkan di dunia nyatapun mereka tetaplah dijadikan wayang, orang yang selalu disuruh-suruh, diperintah seenaknya oleh Tuan Malik. Belas kasihan yang timbul dari Nenek Tijah bukanlah tanpa alasan karena ia sendiripun turut merasakan penderitaan di bawah naungan Tuan Malik. Atas perlakuan yang sama tersebutlah maka Nenek Tijah tahu benar penderitaan mereka dan ingin sekali menolong mereka.
4.2.4.      Dekonstruksi Watak Tokoh Nenek Tijah
                        Nenek Tijah berperan sebagai orang yang lebih tua dibandingkan dengan beberapa pemain lainnya. Ia dikatakan kurang sopan dalam berkata-kata, kurang berhikmat, suka menggerutu, sembrono berbicara, mudah marah tidak sabar namun memiliki belas kasihan. Makna ironi yang terdapat dalam drama Ku Yang adalah ketika Nenek Tijah disebut tidak berhati-hati dalam berbicara. Berulang kali dikatakan pada analisis tokoh Nenek Tijah. Yang membuat Nenek Tijah sembrono dalam berbicara bukanlah karena sifat dalam dirinya yang sembrono tetapi karena ia adalah seorang yang latah. Latah adalah suatu penyakit yang diderita oleh seseorang karena sakit saraf dengan suka meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain dan penyakit yang diderita oleh Nenek Tijah adalah latah mulut. Latah mulut adalah salah satu jenis latah yang ditandai dengan tindakan mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh bisa jadi karena marah, terkejut, dan lain sebagainya.
            Banyak orang yang ketika marah mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan dan itu berlaku bagi setiap orang yang normal juga. Sebagai penderita latah hal itu juga terjadi bukan hanya saat marah tetapi juga pada saat terkejut. Pada saat itu kata-kata yang dikeluarkan terputus-putus atau berulang-ulang dengan penambahan kata eee...eeee.....
Makna kotradiktif yang terkandung dalam cerita ini adalah Nenek Tijah dikatakan sebagai seorang yang pemarah dan kurang sabar. Hal ini disimpulkan lewat dialognya dengan Andam yang menaruh tasnya di depan pintu. Wajar bila Nenek Tijah menegor Andam yang berusia lebih muda darinya supaya membawa sendiri barang bawaannya. Andamlah yang seharusnya membawa barang bawaan Nenek Tijah yang sudah tua. Karena hal tersebut Nenek Tijah disebut sebagai seorang yang mudah marah dan kurang sabar.
            Nenek Tijah dalam dekonstruksi watak tokoh adalah tokoh yang trigonis. Ia yang berusaha mengingatkan Tuan Malik untuk tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang serta berbelas kasihan terhadap mereka yang dijadikan wayang oleh Tuan Malik. Ia bertindak sebagaimana layaknya orang yang sudah tua.
4.2.5.      Watak Tokoh Bujang Selamat
    Bujang Selamat adalah seorang tokoh trigonis yang membawa wayang-wayang keluar dari cerita Kasanmandi yang beresiko membuat para wayang kehilangan nyawanya. Bujang Selamat dikenal sebagai tokoh yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk memastikan kebenarannya.
Tuan kalau boleh saya tahu, untuk apa tuan mengundang Lamud. Kalau hanya untuk hiburan, tuan bisa mengundang artis-artis ternama.
(Dharmawi, 1419H:42)
Aku tahu karena aku memang tahu. Ada pula orang yang tahu tapi tidak mau tahu. Atau dia tak tahu tapi tak mau cari tahu.
(Dharmawi, 1419H:47)
            Kutipan di atas menggambarkan watak Bujang Selamat yang suka mencari tahu sesuatu untuk diketahui kebenarannya. Ia memiliki rasa penasaran yang tinggi. Bujang Selamat menanyakan tentang kepentingan Tuan Malik memanggil Lamud, pencerita tradisional. Bujang Selamat tertarik terhadap apa yang dilakukan oleh Tuan Malik karena seperti yang ia ketahui Tuan Malik adalah orang yang tidak taat akan adat, tahu adat tetapi tidak mengindahkannya. Bujang Selamat menyadari dirinya yang tidak tahu dan harus mencari tahu kebenaran tersebut. Suatu prinsip positif yang dipegang oleh Bujang Selamat dan dari hal tersebut kita ketahui bahwa pemikiran Bujang Selamat dewasa dan pintar. Selain itu Bujang Selamat juga memperoleh pemahaman yang tinggi tentang adat istiadat setempat.
O, begitu Tuan. Lamud merupakan seni tradisional yang sudah langka. Tapi tuan, kesenian tradisional itu banyak pantang larangnya, kalau dilanggar buruk padahnya.
(Dharmawi, 1419H:43)
            Pada kutipan dialog di atas tampak bahwa Bujang Selamat adalah orang yang memahami adat istiadat. Selain itu dapat kita perhatikan bahwa ia juga seorang yang peduli. Ia khawatir bila Tuan Malik kena padahnya karena melanggar pantang larang menggunakan kesenian tradisional. Kekhawatiran tersebut adalah bentuk kekhawatiran antara orang lebih rendah statusnya dengan orang yang berada lebih tinggi di atasnya.
4.2.6.      Dekonstruksi Watak Tokoh Bujang Selamat
                        Bujang Selamat adalah pribadi yang digambarkan sebagai tokoh yang Bujang Selamat dikenal sebagai tokoh yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk memastikan kebenarannya dan Bujang Selamat juga memperoleh pemahaman yang tinggi tentang adat istiadat setempat. Namun ternyata Bujang Selamat adalah watak antagonis bukan trigonis. Kalau kita melihat akhir cerita dari drama Ku Yang ini kita akan menemukan sifat buruk dari Bujang selamat yang dianggap lebih mendominasi bila dibandingkan dengan perbuatan baik yang ia lakukan. Hal tersebut dapat kita perhatikan lewat perbuatannya yang dengan sengaja untuk membunuh putra Tuan Malik. Walaupun pada kejadian tersebut terjadi perseteruan dengan Tuan Malik dan beberapa tokoh lainnya tetapi ia tetap bersikukuh ingin menyelamatkan wayang-wayang namun dengan cara merelakan putra Tuan Malik meninggal.
            Makna ironi yang terdapat pada cerita drama Ku Yang ini adalah Bujang Selamat dinyatakan sebagai orang yang menyelamatkan nyawa para wayang. Padahal pada kenyataannya ia sama sekali tidak berbelas kasih melihat putra yang baru lahir ke dunia ini. Bayi yang sama sekali tidak melakukan kesalahan apa-apa harus meninggal karena perbuatan buruk orang lain. Makna kontradiktif yang terkandung dalam cerita ini adalah Bujang Selamat, orang bawahan Tuan Malik adalah orang yang bijaksana dalam berpikir. Namun keputusan yang ia buat sendiri bukanlah suatu kebijakan yang bijaksana. Mengorbankan orang lain demi menyelamatkan orang lain adalah tindakan yang merugikan satu pihak. Seharusnya ia berpikir bagaimana supaya tidak ada yang terkorbankan dalam kejadian tersebut.
4.2.7.      Watak Tokoh Lamud
                        Lamud adalah pencerita tradisional yang dikenal sebagai seorang pencerita selalu terbawa suasana sehingga lupa diri saat bercerita, jujur tidak suka hal-hal propaganda, melawan arus dan lain sebagainya.
Benar Tuan, seorang pe-Lamud ketika bercerita ia lupa diri. Cerita yang dikisahkannya mengalir bagai air yang mengalir.
(Dharmawi, 1419H:43)
Nampaknya berbeda dengan pencerita modern yang selalu mendramatisir keadaaan. Apapun latar belakang proses kreatifnya, yang jelas menurut kaca mata keamanan, umumnya mereka lebih suka dengan hal-hal propaganda, suka main sabun sendiri, melawan arus, inkonstitusional, merusak sistem yang sudah mapan, bahkan mengancam KANTIBMAS.
(Dharmawi, 1419H:43-44)
Ia bercerita sesuai alur cerita kehidupan orang yang akan terjadi kelak tanpa adanya rekayasa, taat terhadap ketentuan dan takut untuk melanggarnya, tegas, penakut, taat pantang larang.
Sebagai suru tauladan bagi yang berfikir.
(Dharmawi, 1419H:47)
Ini melanggar kaidah, Tuan.                                                                   
(Dharmawi, 1419H:47)
Pantang mengulang cerita yang sudah terucap.
(Dharmawi, 1419H:48)
Tuan, saya tidak mungkin melaksanakan keinginan Tuan atau melanggar pantang larang.
(Dharmawi, 1419H:48)
            Dalam hal ini Lamud adalah tokoh trigonis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Lamud dipandang sebagai tokoh yang baik dan tidak ada satu tokoh pun yang memandangnya buruk. Watak tersebut diketahui dari dialognya sendiri dengan tokoh lainnya serta pandang tokoh lain terhadap Lamud. Jendral Na’at mengetahui bahwa Lamud adalah orang yang bebas dari hal-hal propaganda. Propaganda adalah paham tentang yang benar dan salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Biasanya propaganda ini disertai dengan janji-janji yang muluk-muluk. Hal propaganda tersebut ternyata sama sekali tidak mempengaruhi Lamud sebagai pencerita tradisional. Ia akan menceritakan apa yang disampaikan oleh roh-roh pewayangan kepadanya tanpa melibatkan ideologi yang ada dalam dirinya.
4.2.8.      Dekonstruksi Watak Tokoh Lamud
                        Lamud adalah pribadi yang digambarkan sebagai tokoh yang Lamud adalah pencerita tradisional yang dikenal sebagai seorang pencerita selalu terbawa suasana sehingga lupa diri saat bercerita, jujur tidak suka hal-hal propaganda, melawan arus dan lain sebagainya. Ia bercerita sesuai alur cerita kehidupan orang yang akan terjadi kelak tanpa adanya rekayasa, taat terhadap ketentuan dan takut untuk melanggarnya, tegas, taat pantang larang dan satu kekurangan Lamud ialah sikap penakut yang ada dalam dirinya.
            Makna ironi yang terdapat pada cerita drama Ku Yang ini adalah Lamud dinyatakan sebagai orang yang taat. Padahal pada kenyataannya ia sama sekali tidak taat kepada perintah Tuan Malik sebagai pimpinannya. Tuan, saya tidak mungkin melaksanakan keinginan Tuan (Dharmawi, 1419H:48). Makna kontradiktif yang terkandung dalam cerita ini adalah Lamud adalah orang yang tidak suka hal-hal propaganda. Pernyataan ini dibantah dalam dekonstruksi karena jelas dalam hal penyampaian ceritanya ia telah mempropagandakan orang-orang yang melihat cerita yang ia sampaikan dengan bantuan wayang serta wayang itu sendiri yang membantunya menjalankan cerita. Pandangan yang ia sampaikan bahwa cerita yang ia sampaikan mengalir begitu saja dan apa yang ia ceritakan adalah jalan takdir. Lamud berusaha menyampaikan pandangan antara benar dan salah terhadap cerita yang ia sampaikan. Ia menyebarkan kepada semua orang bahwa cerita yang ia sampaikan adalah cerita yang akan terjadi kenyataan pada masa akan datang.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
            Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu maka pada bab ini, penulis mencoba untuk mengemukakan simpulan dan saran-saran yang diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman pembaca atas dekonstruksi watak tokoh yang terdapat dalam drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi.
5.1.                      Simpulan
            Drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi memiliki beberapa tokoh yang masing-masing tokoh tersebut memiliki watak yang berbeda-beda. Dekonstrksi watak terhadap beberapa tokoh drama ini membuka pemikiran bahwa baik antagonis maupun trigonis memiliki sifat yang baik dan jahat. Dari drama tersebut dapat kita simpulkan bahwa Tuan Malik, sebagai tokoh utama yang dianggap tidak mengetahui adat dan tidak mentaatinya ternyaa adalah orang yang mengetahui adat tersebut dan melaksanakannya. Ia mengadakan perhelatan adat tradisional bukan untuk kepentingan diri sendiri namun untuk anaknya sendiri. Tokoh yang kedua ialah Nenek Tijah yang memiliki penyakit latah mulut. Ia dianggap sembrono berbicara tetapi sebenarnya itu terjadi karena penyakit latah mulut yang ia derita. Tokoh berikutnya ialah Bujang Selamat yang dalam analisis dalam watak tokoh sebagai tokoh trigonis namun dalam dekonstruksi ia justru adalah tokoh antagonis. Pada dekonstruksi Lamud, tokoh yang terakhir dianalisis, hasil dekondtruksi mengatakan bahwa Lamud adalah orang tak tidak taat dan propaganda.
5.2.                     Saran
            Dengan adanya tulisan ini, penulis sangat berharap tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Penulis berharap tulisan ini bermanfaat baik itu sebagai bahan ajar, referensi yang bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca mengenai dekonstruksi watak tokoh dalam naskah drama Ku Yang karya G. P. Ade Dharmawi.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Pencitraan Puisi Balada - Zarmika Sitinjak

Essai Karakter - Integritas Mahasiswa

Kritik Sastra - puisi